Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Kisah Masyitah: Ujian Keimanan, Kesabaran, dan Keteguhan Hati

www.ibumengaji.com

Kisah Masyitoh merupakan salah satu kisah keteladanan yang kuat tentang keteguhan iman dalam menghadapi kezaliman. Meskipun tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an, kisah ini hidup melalui riwayat hadits dan diperkuat oleh gambaran Al-Qur’an tentang tirani Fir’aun serta keteguhan orang-orang beriman di zamannya. Melalui kajian tafsir dan hadits, kisah Masyitoh memberikan pelajaran tentang keberanian, kesabaran, dan kemurnian tauhid.

Gambaran Kezaliman Fir’aun

Al-Qur’an memberikan konteks nyata mengenai kondisi penindasan pada masa Fir’aun. Dalam QS Al-Qashash ayat 4, Allah menyebutkan bahwa Fir’aun bertindak sewenang-wenang, memecah belah masyarakat, dan menindas golongan tertentu. Deskripsi ini menunjukkan bahwa setiap penyimpangan dari keyakinan resmi kerajaan bisa berakibat fatal.

Kehadiran Mukminah di Istana Fir’aun

Al-Qur’an juga menampilkan figur wanita mukminah di lingkungan istana, yaitu Asiyah—istri Fir’aun—yang diabadikan dalam QS At-Tahrim ayat 11 sebagai teladan bagi orang beriman. Keberadaan Asiyah menunjukkan bahwa bahkan di pusat kekuasaan tirani, masih ada jiwa-jiwa beriman yang teguh. Dalam konteks inilah kisah Masyitoh sangat relevan, sebab ia pun merupakan bagian dari kelompok kecil hamba Allah yang menjaga tauhid di dalam istana Fir’aun.

Riwayat Utama

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani menjelaskan bahwa Masyitoh adalah penyisir rambut putri Fir’aun. Saat sisirnya terjatuh, ia mengucapkan “Bismillah.” Putri Fir’aun terkejut dan bertanya apakah ia memiliki Tuhan selain ayahnya. Dengan penuh keberanian, Masyitoh menjawab bahwa Tuhannya adalah Allah, Tuhan seluruh makhluk termasuk Fir’aun sendiri.

Pengakuan iman ini membuat Fir’aun murka dan memerintahkan siksaan berat. Masyitoh dipaksa untuk mengingkari Allah, namun ia tetap teguh. Bahkan ketika ia melihat anak-anaknya dilempar ke dalam periuk minyak mendidih, hatinya tetap mantap. Ketika keraguan sempat muncul, bayi bungsunya—dengan izin Allah—berbicara untuk meneguhkan hati sang ibu agar tetap sabar dan setia pada kebenaran.

Validitas Riwayat

Para ulama hadits menilai kisah Masyitoh sebagai hasan li ghayrihi. Meski sebagian sanad memiliki kelemahan, jalur periwayatannya saling menguatkan. Kontennya juga sesuai dengan prinsip-prinsip akidah dan tema besar Al-Qur’an mengenai kesabaran dan perjuangan tauhid. Karena itu, para ulama menerima kisah ini sebagai bagian dari sejarah umat terdahulu.

Analisis Nilai Keimanan

1. Keteguhan Tauhid

Masyitoh menunjukkan bahwa bahkan satu ucapan sederhana seperti “Bismillah” dapat menjadi deklarasi keimanan yang kokoh ketika diucapkan di bawah tekanan tirani.

2. Keberanian Menentang Kekufuran

Ia berani menolak mengakui Fir’aun sebagai tuhan, meskipun konsekuensinya adalah siksaan dan kehilangan anak-anaknya. Keberanian semacam ini menggambarkan kedalaman iman yang tidak mudah digoyahkan oleh ancaman duniawi.

3. Kesabaran dalam Ujian

Puncak ujian yang dialami Masyitoh menunjukkan kualitas sabar yang istimewa, sehingga ia digolongkan sebagai syuhada mulia. Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ mencium aroma harum Masyitoh saat Isra’ Mi’raj, menandakan tingginya derajatnya di sisi Allah.

Kisah Masyitoh menjadi teladan gemilang tentang bagaimana seorang wanita beriman mempertahankan tauhid di tengah tekanan kekuasaan yang kejam. Walaupun tidak diabadikan dalam bentuk ayat Al-Qur’an, kisahnya memiliki fondasi kuat dalam riwayat hadits dan sejalan dengan pesan-pesan Al-Qur’an tentang kesabaran, keberanian, dan keikhlasan. Dari kisah ini kita belajar bahwa kemuliaan seorang hamba tidak bergantung pada kedudukan sosial, tetapi pada keteguhan hatinya dalam memegang kebenaran.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments