www.ibumengaji.com Sebelum kelahiran Nabi Muhammad, silsilahnya menghubungkannya dengan Nabi Ismail, salah satu dari 12 putra yang menjadi nenek moyang bangsa Arab. Para leluhur Muhammad memainkan peran penting sebagai penjaga Baitullah di Mekah, yang menjadi pusat perhatian bagi orang-orang Arab yang datang berziarah setiap tahun. Ini adalah awal dari tradisi ziarah yang kemudian menjadi ibadah haji dalam Islam.
Di antara para pemimpin keluarga ini, Qusay adalah figur yang menonjol. Dia bertanggung jawab atas tugas-tugas penting, seperti memegang kunci Ka’bah, memberikan bendera kepada panglima perang, menerima tamu, dan memberikan minuman kepada para peziarah. Namun, ketika usianya semakin tua, dia mewariskan tanggung jawab tersebut kepada anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun, anak kedua Qusay, Abdul Manaf, memiliki lebih banyak pengaruh di masyarakat.
Pertentangan muncul antara keturunan Abdud-Dar dan keturunan Abdul Manaf dalam merebut hak untuk menjaga Baitullah. Mereka hampir terlibat dalam pertempuran bersenjata, tetapi akhirnya mencapai kompromi. Hak menerima tamu dan menyediakan minuman dibagi menjadi dua bagian, dan Hasyim, cucu Qusay, memegang amanat tersebut.
Namun, anak Abdud-Dar, Umayah, tidak puas dengan keputusan ini dan mencoba merebut mandat itu kembali. Hakim akhirnya memutuskan bahwa Hasyim tetap memegang tanggung jawab tersebut, dan Umayah dipaksa meninggalkan Mekah. Ini menjadi awal perseteruan antara keturunan Hasyim dan keturunan Umayah, yang akan berlangsung dalam sejarah Arab.
Hasyim menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj di Yatsrib (Madinah), dan mereka memiliki seorang putra bernama Syaibah, yang kemudian dikenal sebagai Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad. Ini adalah ikatan yang kuat antara Muhammad dan Madinah, yang akhirnya menjadi tempat hijrahnya ketika dia dihadapkan dengan oposisi di Mekah.
Abdul Muthalib mewarisi tanggung jawab menjaga Baitullah dan memimpin masyarakatnya. Dia juga dikenal karena menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam yang hilang. Namun, dia hampir melakukan pengorbanan yang tragis ketika berjanji untuk menyembelih salah satu anaknya setelah memiliki sepuluh anak. Berkat nasihat seorang ahli nujum, pengorbanan itu diganti dengan 100 ekor unta. Abdullah, ayah Muhammad, selalu terpilih baru terganti setelah undian yang panjang.
Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya untuk menyerbu Mekah. Mendekati Mekah, Abrahah menugasi pembantunya -Hunata-untuk menemui Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib menemui Abrahah yang berjanji tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan menghancurkan Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka’bah terjadilah petaka tersebut. Qur’an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. “Dan Dia mengirimkan kepada mereka “Toiron Ababil”, yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat”. Pendapat umum menyebut “Toiron Ababil” sebagai “Burung Ababil” atau “Burung yang berbondong-bondong”. Buku “Sejarah Hidup Muhammad” yang ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14). Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang berjatuhan atau ‘terbang’ dari langit.