Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Wanita Terakhir di Hati Nabi ﷺ: Kisah Maimunah binti Al-Harits

www.ibumengaji.com Dalam sejarah Islam yang penuh cahaya, nama-nama wanita mulia senantiasa bersinar sebagai lentera teladan. Di antara mereka terdapat sosok yang mungkin tak sepopuler Khadijah atau Aisyah, namun memiliki keutamaan dan peran yang tak bisa diremehkan: Maimunah binti Al-Harits –radhiyallāhu ‘anhā–, istri terakhir yang dinikahi oleh Rasulullah ﷺ.

Kisah Pertemuan dan Pernikahan

Maimunah lahir dari keluarga terhormat di jazirah Arab. Ia adalah putri Al-Harits bin Hazn dan Hind binti ‘Awf, seorang wanita yang dijuluki “wanita paling mulia nasabnya di bumi”, karena banyak dari anak-anak dan menantunya yang merupakan sahabat Rasulullah ﷺ dan tokoh penting Islam. Ia pun merupakan saudara seibu dengan beberapa wanita terkemuka, seperti Ummul Fadhl –istri Abbas bin Abdul Muthalib– dan Lubabah as-Sughra –istri Khalid bin Walid–.

Pernikahan Maimunah dengan Rasulullah ﷺ terjadi pada tahun 7 Hijriah, usai Perjanjian Hudaibiyah, saat beliau dan kaum Muslimin menunaikan umrah qadha’. Saat itu, Rasulullah ﷺ menikahinya di daerah Sarif, di pinggiran kota Makkah. Saudarinya, Ummul Fadhl, menjadi perantara pernikahan mulia itu, sementara Abbas bin Abdul Muthalib menjadi walinya.

Dalam pernikahan itu, tampak begitu jelas hikmah kenabian. Maimunah menjadi pintu masuk dakwah kepada kabilah-kabilah dari kalangan Quraisy, karena ia berasal dari lingkungan yang sangat berpengaruh di Makkah. Rasulullah ﷺ melihat pernikahan bukan sekadar hubungan cinta, tapi sebagai strategi sosial yang bernilai syiar.

Wanita yang Penuh Berkah

Sebelum menikah dengan Rasulullah ﷺ, Maimunah pernah menikah dua kali dan menjadi janda. Namun, ia memiliki hati yang penuh keimanan dan kerinduan akan kehidupan bersama Nabi akhir zaman. Setelah menjadi istri Rasulullah ﷺ, ia dikenal sebagai wanita yang sangat santun, tenang, dan sangat memuliakan suaminya.

Nama aslinya adalah Barrah, namun Rasulullah ﷺ mengubahnya menjadi Maimunah, yang artinya “yang diberkahi”. Nama ini bukan sekadar simbol, tapi menjadi nyata: pernikahannya membawa keberkahan bagi keluarganya dan memperkuat hubungan Rasulullah ﷺ dengan masyarakat Quraisy pasca perjanjian damai.

Ia adalah wanita yang sangat berbakti, lembut, dan sangat mencintai Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan bahwa beliau wafat dalam pelukannya, sebagaimana ia adalah istri terakhir yang dinikahi Nabi ﷺ.

Penghormatan dan Wafatnya

Setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, Maimunah menjalani hidup dalam kesabaran dan keteguhan sebagai seorang ummul mukminin. Ia tidak pernah menikah lagi, sebagaimana istri-istri Nabi lainnya, karena mereka telah “menjadi istri-istri beliau di dunia dan akhirat”.

Maimunah wafat sekitar tahun 51 Hijriah di daerah Sarif, tempat di mana dahulu ia menikah dengan Rasulullah ﷺ. Dengan kehendak Allah, ia pun dimakamkan di tempat yang sama, seolah menegaskan bahwa kisah cintanya bersama Nabi ﷺ dimulai dan berakhir di satu tempat yang penuh makna.

Penutup: Teladan dari Wanita Suci

Maimunah binti Al-Harits –radhiyallāhu ‘anhā– bukan hanya sosok istri Rasulullah ﷺ, tapi juga teladan bagi wanita Muslimah sepanjang masa. Dari kisah hidupnya, kita belajar tentang keteguhan hati, kecintaan yang tulus kepada agama, dan peran wanita dalam membangun peradaban Islam melalui kelembutan, kecerdasan, dan ketaatan.

Ia menunjukkan bahwa menjadi dekat dengan Rasulullah ﷺ bukanlah sekadar nasab atau status, tapi tentang bagaimana menjaga kesucian hati, menjalani kehidupan dengan takwa, dan mendermakan diri untuk dakwah.

Semoga Allah meridhai Maimunah dan mengumpulkan kita bersamanya dalam surga-Nya yang penuh cahaya.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments