www.ibumengaji.com Eco enzim adalah cairan serbaguna yang dihasilkan dari fermentasi bahan organik seperti kulit buah dan sayuran, air, serta molase (gula merah). Cairan ini memiliki berbagai manfaat, baik untuk kesehatan maupun lingkungan, dan semakin populer di masyarakat sebagai alternatif yang ramah lingkungan.
Penemuan eco enzim pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong, seorang peneliti asal Thailand. Ia mengembangkan eco enzim sebagai solusi untuk mengatasi limbah organik rumah tangga sekaligus menjaga kesehatan lingkungan. Seiring berjalannya waktu, penggunaan eco enzim semakin meluas ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Salah satu kegiatan yang memperkenalkan eco enzim adalah pengajian gabungan PIM3 Yayasan Ibu Indonesia Mengaji di Kapanewon Kretek pada Selasa, 12 Agustus 2024. Acara ini mengusung tema “Cintai Lingkungan” dan mengadakan pelatihan pembuatan eco enzim. Ratna Kusharjanti, sebagai pemateri, menjelaskan langkah-langkah pembuatan eco enzim dengan sederhana dan mudah dipahami. Bahan yang dibutuhkan terdiri dari air, molase, dan bahan organik berupa kulit buah atau sayuran segar.
Bahan organik yang digunakan harus berupa kulit buah yang segar, tidak busuk, dan tidak berjamur. Umumnya, kulit buah yang digunakan berasal dari buah yang tidak banyak mengandung getah dan bukan buah yang berkulit keras. Selain kulit buah, bahan organik juga bisa berasal dari potongan sayuran yang tidak dimasak. Ratna menyarankan penggunaan minimal lima jenis buah atau sayuran agar komposisinya lebih optimal. Bahan-bahan organik ini dipotong kecil-kecil agar lebih mudah dimasukkan ke dalam botol, lalu dicampur dengan air dan molase untuk memulai proses fermentasi. Perbandingan yang digunakan adalah 10:3:1 untuk air, bahan organik, dan molase.
Selama dua minggu pertama, botol yang digunakan harus ditutup tidak terlalu rapat. Pada minggu ketiga hingga akhir bulan pertama, tutup botol diperketat, tetapi perlu dicek setiap hari untuk memastikan gas yang terbentuk tidak menyebabkan botol menggelembung. Jika menggelembung, tutup botol harus dibuka sebentar untuk melepaskan gas, lalu ditutup kembali dengan rapat. Pada bulan kedua, botol harus ditutup rapat dan dapat ditambah plastik atau selotip untuk mencegah kontak dengan udara luar. Setelah tiga bulan, eco enzim siap digunakan, dan cairan ini disaring untuk memisahkan sisa bahan organik yang masih bisa dimanfaatkan, misalnya sebagai bantal ampas eco enzim yang dipercaya dapat meredakan kelelahan mata dan nyeri tulang belakang.
Manfaat eco enzim sangat beragam berdasarkan pengalaman pengguna. Untuk penggunaan tubuh, eco enzim bisa diencerkan dengan perbandingan 1:100 dan digunakan untuk mengurangi ketombe, mencegah jerawat, hingga sebagai cairan mandi. Sebagai disinfektan, eco enzim juga sangat efektif. Untuk detoksifikasi, rendam kaki dalam larutan eco enzim (1:100) selama 20 menit dalam air hangat.
Selain manfaat bagi tubuh, eco enzim juga bermanfaat untuk lingkungan. Cairan ini dapat digunakan sebagai pupuk organik dengan campuran 1:1000, yang bisa disemprotkan pada tanaman atau dikocorkan langsung ke akar. Eco enzim juga dapat mengurangi bau tak sedap di kamar mandi atau WC dengan menyiramkannya pada lantai berbau dengan pengenceran 1:100.
Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, eco enzim menjadi solusi praktis dalam menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan. Kegiatan seperti pelatihan pembuatan eco enzim di Kapanewon Kretek ini menjadi langkah nyata untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan.