Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Menemukan Jalan : Makna Ayat ke-7 Surat Adh-Dhuha

www.ibumengaji.com Ayat ini merupakan bagian dari Surat Adh-Dhuha, sebuah surat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ pada masa-masa yang sangat sulit dalam hidup beliau. Saat itu, wahyu sempat terhenti untuk sementara waktu, dan hal ini membuat Nabi sangat sedih dan gelisah. Para pembenci beliau mulai menyebarkan isu bahwa Allah telah meninggalkannya. Dalam suasana hati yang murung dan penuh tanda tanya itu, Allah menurunkan Surat Adh-Dhuha sebagai bentuk penghiburan dan peneguhan bagi Nabi-Nya.

Ayat ke-7 khususnya menyentuh aspek yang sangat manusiawi dalam perjalanan kenabian: kebingungan atau ketidaktahuan terhadap jalan hidup sebelum datangnya wahyu. Allah menyebut bahwa Rasulullah dulu dalam keadaan “ḍāllan” — sebuah istilah yang sering diterjemahkan sebagai “bingung” atau “tidak tahu arah”, lalu Allah memberikan petunjuk kepada beliau.

Makna Kata “Ḍāllan” dalam Konteks Nabi

Perlu ditekankan bahwa kata “ḍāllan” di sini tidak berarti bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah berada dalam kesesatan atau kekafiran, karena beliau sejak awal dikenal sebagai seorang yang jujur, amanah, dan jauh dari perilaku jahiliyah. Sebaliknya, para ulama tafsir menjelaskan bahwa “ḍāllan” lebih bermakna belum mengetahui jalan wahyu secara utuh — atau dengan kata lain, belum mengetahui petunjuk kenabian secara resmi sebelum Allah membimbingnya melalui wahyu.

Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari “dalam keadaan bingung” adalah bahwa Nabi belum mengenal kitab dan syariat, sebagaimana disebutkan juga dalam QS. Asy-Syura: 52:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidak mengetahui apakah Al-Kitab itu dan tidak (pula) iman itu…”

Dengan demikian, Allah mengingatkan nikmat-Nya atas Nabi: bahwa dulu beliau tidak tahu apa itu wahyu dan petunjuk risalah, namun kini telah diberi cahaya petunjuk untuk membimbing umat.

Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut sebagian riwayat dari Ibnu Abi Hatim dan lainnya, ayat-ayat dalam Surat Adh-Dhuha, termasuk ayat ke-7 ini, turun sebagai bentuk penghiburan ketika wahyu sempat terputus dalam beberapa hari. Peristiwa itu membuat Nabi merasa cemas dan sedih, sementara kaum kafir Quraisy justru mengejek dan mengatakan bahwa Tuhannya telah membencinya.

Maka, Allah menurunkan ayat-ayat ini untuk mengingatkan Nabi akan nikmat-nikmat-Nya yang terdahulu: Dia telah melindunginya sebagai yatim, mencukupinya saat miskin, dan membimbingnya ketika belum tahu arah kenabian. Ayat ini bukan hanya penghiburan, tetapi juga sebuah penguatan spiritual dan keyakinan bahwa Allah selalu hadir, meskipun kadang seolah diam.

Relevansi dan Renungan

Ayat ini menjadi cermin bagi setiap orang yang merasa kehilangan arah dalam hidup. Sebagaimana Rasulullah ﷺ pernah berada dalam ketidaktahuan terhadap risalah sebelum Allah memberikan petunjuk, begitu pula manusia hari ini yang bisa saja terjebak dalam kebingungan. Namun, petunjuk Allah akan datang kepada siapa yang mencarinya dengan ikhlas.

Melalui ayat ini, kita juga belajar bahwa proses mengenal kebenaran adalah sebuah perjalanan. Bahkan Rasul yang paling mulia pun melewati fase pencarian, kontemplasi, dan akhirnya diberi cahaya oleh Tuhannya.

Penutup

Surat Adh-Dhuha ayat ke-7 mengajarkan kita bahwa di balik kebingungan, ada petunjuk. Di balik kesepian, ada penyertaan dari Tuhan. Allah mengingatkan Nabi Muhammad ﷺ — dan juga kita — bahwa Dia selalu hadir dan memberi jalan. Yang perlu kita lakukan adalah terus berjalan, terus mencari, dan yakin bahwa petunjuk itu pasti datang.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments