www.ibumengaji.com Contoh terbaik pribadi yang mudah memaafkan adalah Nabi Muhammad. Ketika beliau SAW mendapatkan perlakuan yang semena-mena dari orang Thaif, tidaklah menunjukkan kemarahannya. Dengan sangat cepat beliau memaafkan mereka, bahkan mendoakan mereka, kenapa ? Karena beliau sangat peduli dengan nasib masa depan mereka. Mendoakan orang lain yang menzalimi yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah menunjukkan tuntasnya pemaafan dalam diri beliau. Kisah kedua adalah sikap Rasulullah yang menunjukkan kemurahan hatinya atas seorang warga Madinah yang bermata buta dan beragama Yahudi. Sekalipun orang tua buta itu terus menerus mencerca namanya, Rasulullah tetap saja menyuapi orang tersebut dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Sampai akhirnya si Yahudi itu tahu bahwa yang sering menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW dikala beliau sudah wafat. Yakni ketika Abu Bakar memberikan makanan. Abu Bakar gusar, si Yahudi itu disuapinya namun justru ia menjelek-jelekan Rasulullah. Saat diceritakan kepadanya bahwa orang yang selalu kamu cemooh itu adalah Rasulullah SAW, maka menangislah si Yahudi dengan sejadi-jadinya. Ia menyesali telah mencemooh orang terbaik yang pernah ia temui. Akhirnya Yahudi itu masuk Islam.
Firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron (3) ayat 159 yang berbunyi “Maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarhlah dengan mereka.”
Sebagian besar orang memerlukan waktu untuk dapat memaafkan secara optimal atas kesalahan orang lain yang diterimanya. Ada sejumlah proses perjalanan yang harus ditempuh untuk benar-benar bisa memaafkan.
Imam Al-Ghazali, juga menyampaikan pemaafan itu berlangsung bertahap. Tentu tahapnya disiapkan dan dijalani orang-orang yang berkomitmen memaafkan. Pertama: Gadhab (marah). Di sini orang yang menjadi korban transgresi menyadari adanya rasa marah (sakit hati, iri dengki, keinginan balas dendam) yang dapat menghadirkan dampak buruk dari kemarahan. Kedua: Hilmun (pengendalian rasa tersinggung). Ada proses untuk membuat diri tidak mudah tersinggung. Awalnya boleh jadi ada keterpaksaan untuk membuat diri tidak mudah marah, tapi lama kelamaan jadi kebiasaan. “Orang yang kuat bukan orang yang pandai bergulat tapi yang mampu menguasai diri saat marah” (HR Bukhari & Muslim). Ketiga: ‘Afwun. Suatu keadaan saat sesorang berhak atas suatu hak, lalu hak tersebut digugurkannya (dihilangkannya) dan dilepaskannya dari orang yang harus menunaikan hak tersebut. Islam menjamin masuk surga bagi orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Keempat: Ihsan. Tahapan ini dalah tahapan di mana individu membalas kezaliman dengan kasih sayang. Dalam tahap ini seorang berupaya agar ia dapat menyediakan berbagai kebaikan, baik berupa materi, perhatian, doa, dan sebagainya kepada seseorang yang telah teridentifikasi sebagai balasan yang lebih baik dari apa yang sudah diterimnya dari orang lain. Kelima: al-Rifqun. Ini adalah suatu bentuk belas kasihan yang diwujudkan dalam perilaku/sikap lemah lembut. Di sini seseorang berbuat baik kepada orang lain karena kepeduliannya yang sangat tinggi kepada orang yang ditolongnya.