Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Makna dan Hikmah di Balik Kalimat Insyaallah

www.ibumengaji.com Dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam sering kali mengucapkan kalimat “insyaallah” saat berjanji atau berniat untuk melakukan sesuatu di masa depan. Kalimat ini memiliki makna yang dalam, mencerminkan kepasrahan seorang hamba kepada takdir dan kehendak Allah SWT. Meskipun seseorang memiliki niat dan usaha yang kuat, terealisasinya suatu pekerjaan tetap bergantung pada izin dan keputusan Allah SWT.

Keutamaan mengucapkan “insyaallah” bahkan dijelaskan langsung dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah Al-Kahf ayat 23-24.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24)

“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,” (23)Kecuali (dengan mengatakan), “Insyā Allah.”1 Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.” Q.S. al-Kahfi [18]: 23-34

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menegur Nabi Muhammad SAW karena lupa mengucapkan “insyaallah” ketika berjanji akan melanjutkan kisah tentang Ashabul Kahfi. Ayat ini menegaskan pentingnya mengingat Allah dalam setiap niat dan rencana, sebagai pengingat bahwa segala sesuatu hanya terjadi atas kehendak-Nya.

Selain sebagai bentuk kepasrahan, kalimat “insyaallah” juga menunjukkan adanya harapan dan husnudzon (prasangka baik) kepada Allah. Dengan mengucapkan “insyaallah” seorang Muslim mengakui bahwa Allah Maha Tahu yang terbaik dan tidak mendahului takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya. Hal ini juga merupakan cerminan adab seorang hamba yang tidak sombong dan selalu mengandalkan Allah dalam segala urusannya.

Tidak hanya itu, penggunaan kalimat “insyaallah” juga diikuti oleh para nabi terdahulu. Misalnya, Nabi Yusuf AS ketika menyambut kedua orang tuanya di Mesir, beliau berkata, “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insyaallah dalam keadaan aman” (Q.S. Yusuf: 99).

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَىٰ يُوسُفَ آوَىٰ إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ

Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman”.

Nabi Musa AS juga mengucapkan “insyaallah” ketika berjanji kepada Nabi Khidhr untuk bersabar dalam menemaninya (Q.S. Al-Kahf: 69).

قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا

Musa berkata: “insyaallah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”.

Bahkan, Nabi Isma’il AS mengucapkannya ketika menjawab perintah Nabi Ibrahim AS untuk disembelih sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (Q.S. Ash-Shaaffaat: 102).

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Dengan begitu banyaknya hikmah yang terkandung dalam kalimat ini, “insyaallah” bukan hanya sekadar ucapan, tetapi juga cerminan keyakinan, kepasrahan, dan harapan seorang Muslim kepada Allah SWT. Ucapan ini mempererat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, serta mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah semata.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments