Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Makna Bertebaran di Muka Bumi (Tafsir Surat Al-Jumu‘ah:10)

www.ibumengaji.com Allah SWT menurunkan perintah dalam Al-Qur’an yang sangat indah terkait dengan pelaksanaan shalat Jumat. Dalam Surat Al-Jumu‘ah ayat 10, Allah berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu‘ah: 10).

Asbābun Nuzūl Surat Al-Jumu‘ah

Para ulama tidak meriwayatkan secara khusus sebab turunnya ayat ke-10 ini. Namun, asbābun nuzūl surat Al-Jumu‘ah secara umum terkait dengan peristiwa ketika Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah Jumat, lalu datang kafilah dagang dari Syam membawa barang dagangan. Sebagian besar jamaah meninggalkan Rasulullah ﷺ dan berlarian menuju kafilah tersebut, hingga hanya tersisa segelintir sahabat yang tetap mendengarkan khutbah. Maka Allah menurunkan ayat 11: “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau berdiri…” (QS. Al-Jumu‘ah: 11).

Dengan turunnya ayat tersebut, Allah menegaskan kewajiban kaum muslimin untuk mendahulukan shalat Jumat daripada urusan dunia. Adapun ayat 10 datang sebagai penegasan keseimbangan: setelah shalat selesai, umat Islam tidak dilarang untuk kembali mencari rezeki dan karunia Allah di muka bumi.

Makna “Bertebaranlah di Muka Bumi” dalam Tafsir

Para mufassir, seperti Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, dan As-Sa‘di, menjelaskan bahwa perintah “bertebaranlah di muka bumi” bukanlah kewajiban mutlak, melainkan izin dan anjuran. Maksudnya, setelah melaksanakan shalat Jumat, umat Islam dipersilakan kembali melakukan aktivitas duniawi, seperti berdagang, bekerja, dan mencari nafkah.

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini mengandung hikmah keseimbangan hidup: jangan sampai urusan dunia melalaikan ibadah, tetapi juga jangan menganggap ibadah sebagai alasan untuk meninggalkan usaha. Islam mengajarkan agar manusia tetap berikhtiar mencari rezeki yang halal sebagai bagian dari ibadah.

Al-Qurthubi menambahkan bahwa kata “min fadhlillah” (karunia Allah) tidak hanya berarti rezeki materi, tetapi juga mencakup segala bentuk kebaikan yang Allah sediakan, termasuk ilmu, amal shalih, dan usaha yang bermanfaat.

Sedangkan As-Sa‘di menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan kelapangan syariat Islam: shalat Jumat memang menjadi prioritas di waktu tertentu, namun setelah itu Allah membolehkan umat-Nya kembali bekerja. Dengan catatan, meskipun kembali kepada dunia, hati tetap dipenuhi dengan zikir kepada Allah agar keberuntungan sejati dapat diraih.

Hikmah dan Relevansi Ayat

Ayat ini mengandung pesan penting tentang keseimbangan hidup seorang muslim. Islam tidak mengajarkan untuk beribadah terus-menerus tanpa memikirkan kebutuhan duniawi, dan juga tidak membolehkan mengejar dunia hingga melalaikan ibadah. Keseimbangan ini tercermin dari urutan ayat:

  1. Dahulukan shalat Jumat dan tinggalkan urusan dunia.

  2. Setelah shalat selesai, kembalilah bertebaran mencari karunia Allah.

  3. Dalam segala aktivitas, jangan lupa tetap banyak mengingat Allah.

Ayat ini juga menegaskan bahwa bekerja mencari nafkah adalah bagian dari ibadah, selama dilakukan dengan niat yang benar, cara yang halal, dan tetap menjaga zikir kepada Allah. Dengan begitu, aktivitas duniawi tidak lagi sekadar urusan materi, melainkan menjadi sarana meraih keberuntungan dunia dan akhirat.

Penutup

Dengan memahami ayat 10 surat Al-Jumu‘ah, kita belajar bahwa Islam adalah agama yang seimbang antara ibadah ritual dan aktivitas dunia. Shalat Jumat adalah titik fokus rohani, sedangkan bekerja dan mencari karunia Allah adalah bentuk aktualisasi pengabdian di muka bumi. Selama hati terus terikat dengan zikir kepada Allah, maka setiap langkah dalam mencari rezeki akan bernilai ibadah.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments