www.ibumengaji.com Syaikh Mutawalli As-Sya‘rawi adalah seorang ulama besar Mesir yang dikenal luas bukan hanya di dunia Arab, tetapi juga di seluruh dunia Islam. Beliau lahir pada tahun 1911 di desa Daqadous, Provinsi Dakhaliyah, Mesir, dan wafat pada tahun 1998. Syaikh As-Sya‘rawi merupakan seorang mufassir (ahli tafsir), da‘i, serta ulama yang memiliki gaya penyampaian dakwah sederhana, menyentuh hati, dan mudah dipahami oleh semua kalangan.
Peran beliau dalam perkembangan Islam di Mesir sangat signifikan. Melalui acara televisi dan ceramah-ceramahnya, beliau berhasil memperkenalkan tafsir Al-Qur’an dengan bahasa yang membumi. Hal ini menjadikan tafsir beliau dikenal sebagai “Tafsir Sya‘rawi”, yang hingga kini masih menjadi rujukan banyak umat Islam. Dengan penyampaiannya yang sederhana, beliau berhasil menghidupkan kesadaran umat tentang pentingnya memahami Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Di dunia Islam pada umumnya, Syaikh As-Sya‘rawi menjadi teladan ulama yang mampu menjembatani antara teks Al-Qur’an dengan realitas kehidupan modern. Beliau menekankan pentingnya akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan. Nasehat beliau yang terkenal tentang bagaimana memperlakukan manusia dengan penuh kelembutan adalah salah satu cermin dari ketinggian akhlaknya.
Nasehat beliau berbunyi: “Jika engkau tidak mampu memberi manfaat kepada manusia, maka janganlah engkau merugikan mereka. Jika engkau tidak mampu membahagiakan mereka, maka jangan membuat mereka bersedih. Jika engkau tidak mampu memuji mereka, maka janganlah engkau mencela mereka.”
Makna yang Mendalam
Ungkapan ini sederhana, tetapi sarat dengan hikmah. Pesan pertama adalah tentang manfaat. Hidup seorang Muslim idealnya memberikan nilai tambah bagi orang lain. Namun, jika kita belum mampu memberi, setidaknya jangan sampai kita merugikan orang lain. Prinsip ini sejalan dengan hadits Nabi ﷺ: “Seorang Muslim adalah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.”
Pesan kedua adalah tentang kebahagiaan. Membahagiakan orang lain adalah amal saleh yang sangat besar pahalanya. Namun, jika kita belum bisa membahagiakan, jangan sampai kita menjadi sebab kesedihan orang lain. Dengan kata lain, jangan menambah beban hidup saudara kita dengan ucapan ataupun perbuatan yang menyakitkan.
Pesan ketiga adalah tentang pujian dan celaan. Manusia tentu senang dihargai dan diapresiasi. Pujian yang tulus bisa menjadi motivasi. Namun jika tidak bisa memberi pujian, setidaknya jangan menjatuhkan dengan celaan. Lisan yang terjaga adalah bagian dari tanda kesempurnaan iman.
Relevansi dengan Kehidupan Modern
Di tengah kehidupan modern yang penuh dengan kompetisi, media sosial, dan komunikasi instan, nasehat ini semakin relevan. Banyak orang mudah mencela, mudah membuat sedih, dan kadang tanpa sadar merugikan orang lain dengan ucapan maupun perbuatannya. Nasehat Syaikh As-Sya‘rawi mengajarkan kepada kita etika dasar: jika belum bisa memberi kebaikan, setidaknya jangan menebarkan keburukan.
Bayangkan jika prinsip ini benar-benar dipegang oleh masyarakat: interaksi sosial akan lebih sehat, hubungan antar individu menjadi lebih harmonis, dan kehidupan beragama terasa lebih damai. Islam hadir bukan hanya dengan ritual, tetapi juga dengan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Syaikh Mutawalli As-Sya‘rawi meninggalkan warisan ilmu dan hikmah yang tak ternilai. Nasehat beliau tentang bagaimana memperlakukan manusia adalah panduan praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan siapa saja. Dengan menjauhi sikap merugikan, menyedihkan, dan mencela, kita sedang menapaki jalan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam.
Semoga Allah merahmati beliau, dan semoga kita mampu mengamalkan pesan sederhana namun mendalam ini: memberi manfaat jika mampu, dan menahan diri dari menyakiti jika tidak mampu.