www.ibumengaji.com Di antara para sahabiyah mulia yang menghiasi sejarah Islam, nama Asma’ binti Yazid binti Sakan al-Anshariyyah menempati tempat yang istimewa. Ia dikenal sebagai wanita yang cerdas, berani, dan salehah. Keutamaannya tidak hanya dalam hal ibadah dan ilmu, namun juga dalam keberaniannya menyuarakan aspirasi kaum wanita kepada Rasulullah ﷺ. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai “khatibat an-nisā’”, juru bicara kaum wanita.
Asma’ berasal dari kabilah Aus di Madinah. Ia berbai’at langsung kepada Rasulullah ﷺ sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Mumtahanah ayat 12. Dalam sebuah peristiwa, ketika Rasulullah ﷺ melihatnya mengenakan dua gelang emas, beliau bersabda, “Tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang dari api neraka?” Tanpa ragu dan tanpa bantahan, Asma’ segera melepas gelang tersebut dan meletakkannya di hadapan Rasulullah ﷺ, sebagai bentuk ketaatan dan keikhlasan yang luar biasa.
Keistimewaan Asma’ tak berhenti di situ. Ia adalah wanita yang dikenal memiliki kepekaan hati, keberanian dalam berbicara, dan kemampuan berdialog yang sangat baik. Dalam sebuah kesempatan, Asma’ datang kepada Rasulullah ﷺ membawa suara kaum wanita. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah utusan dari kaum wanita. Kami percaya dan membai’atmu, namun kami terbatas di rumah. Kami mengurus keluarga, mengandung anak-anak mereka, dan menjaga harta mereka saat mereka pergi berjihad. Apakah kami mendapatkan pahala seperti mereka?”
Rasulullah ﷺ memandang para sahabatnya dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan tentang agama yang lebih baik dari wanita ini?” Beliau kemudian menjawab, “Kembalilah, wahai Asma’, dan kabarkan kepada kaum wanita bahwa kebaikan mereka kepada suami, menjaga rumah tangga, dan ridha terhadap keputusan suami, semua itu setara dengan amalan besar kaum lelaki.”
Jawaban itu membuat Asma’ bersyukur dan kembali dengan bertahlil dan bertakbir, bahagia dengan penghargaan tinggi Islam terhadap peran wanita.
Namun, Asma’ tidak hanya aktif dalam urusan keilmuan dan rumah tangga. Ia juga turut serta dalam Perang Yarmuk pada tahun 13 Hijriyah. Dalam perang besar ini, para wanita Muslimah berkontribusi luar biasa. Asma’, yang berada di belakang barisan mujahidin, membantu menyiapkan senjata, memberi minum, merawat yang terluka, dan menyemangati pasukan. Namun ketika pertempuran memuncak, Asma’ tak ragu turun ke medan laga. Dengan hanya berbekal tiang kemah, ia memukul musuh-musuh Allah dan berhasil membunuh sembilan tentara Romawi. Keberanian ini dicatat oleh Imam Ibnu Hajar dalam al-Ishabah.
Asma’ mengalami luka dalam pertempuran tersebut, namun Allah memberinya umur panjang. Ia wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah, 17 tahun setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Ia meninggalkan jejak luar biasa: sebagai pejuang, perawi hadits, penyeru kebenaran, dan teladan Muslimah sepanjang masa.
Semoga Allah merahmati Asma’ binti Yazid binti Sakan dan menjadikan warisan semangat dan pengorbanannya sebagai inspirasi bagi Muslimah zaman kini. Ia telah membuktikan bahwa wanita memiliki peran besar dalam membangun dan menjaga kejayaan Islam — baik dengan kata, amal, maupun jihad.