Yayasan Ibu Mengaji Indonesia

Makna Hasad dan Hikmah yang Diperbolehkan

www.ibumengaji.com Secara bahasa, kata hasad (حسد) berarti keinginan agar nikmat yang dimiliki orang lain hilang. Sedangkan secara istilah syar’i, hasad adalah perasaan iri dan tidak senang terhadap karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, disertai keinginan agar karunia itu lenyap atau berpindah kepada dirinya.

Dalam Islam, hasad bukan hanya persoalan emosi, tetapi juga penyakit hati yang berbahaya. Ia dapat menggerogoti iman dan menghapus pahala amal sebagaimana api yang membakar kayu bakar.

Mengapa Hasad Termasuk Penyakit Hati

Hasad adalah penyakit hati karena ia muncul dari ketidakridhaan terhadap takdir dan pembagian rezeki Allah. Orang yang hasad seakan-akan tidak rela Allah memberi keutamaan kepada hamba lain. Inilah bentuk ketidaksyukuran yang halus namun berbahaya.

Allah Ta’ala berfirman:

“Apakah mereka iri kepada manusia atas karunia yang Allah berikan kepadanya?”
(QS. An-Nisā’ [4]: 54)

Orang yang hatinya dipenuhi hasad akan selalu gelisah, tidak tenang melihat kebahagiaan orang lain, bahkan bisa terdorong untuk berbuat zalim.

Akibat dari Sifat Hasad

Sifat hasad membawa banyak keburukan, baik bagi pelaku maupun lingkungan sekitarnya:

  1. Menghapus pahala amal shalih, sebagaimana api membakar kayu.

  2. Menimbulkan permusuhan dan kebencian, memecah ukhuwah.

  3. Menutup pintu rezeki dan ketenangan, karena hati tak pernah puas.

  4. Menyeret kepada dosa besar, seperti ghibah, fitnah, dan kedengkian.

Iblis menjadi makhluk terkutuk karena hasad kepada Nabi Adam عليه السلام. Maka, hasad adalah akar dari banyak kerusakan moral dan spiritual.

Hasad yang Diperbolehkan

Meski hasad dilarang, Rasulullah ﷺ memperbolehkan hasad dalam dua hal, yang dalam istilah lain disebut ghibṭah (غبطة) — yaitu rasa iri yang positif, tanpa keinginan agar nikmat orang lain hilang.

Dua hal itu adalah:

  1. Hasad kepada orang kaya yang menggunakan hartanya di jalan Allah.
    Ia membelanjakan harta untuk kebenaran, dakwah, sedekah, dan amal sosial.

  2. Hasad kepada orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya.
    Hikmah di sini mencakup ilmu, kebijaksanaan, dan kemampuan menegakkan kebenaran.

Kedua jenis hasad ini mendorong kita untuk berlomba dalam kebaikan, bukan dalam kedengkian.

Perawi Hadits: Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu

Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas‘ud, salah satu sahabat Nabi ﷺ yang mulia dan termasuk dari tiga ‘Abdullah yang terkenal di kalangan sahabat muda: Abdullah bin Mas‘ud, Abdullah bin ‘Umar, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash.

Abdullah bin Mas‘ud adalah sahabat awal yang memeluk Islam, termasuk kelompok pertama dari enam orang yang beriman kepada Rasulullah ﷺ sebelum masuk Islamnya Umar bin Khattab. Ia dikenal sangat dekat dengan Nabi ﷺ, bahkan sering disebut sebagai pemegang rahasia Nabi karena kedekatan dan kepercayaannya.

Beliau adalah ahli Qur’an, hafizh, dan faqih (ahli fiqih) di antara para sahabat. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa ingin membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan, maka hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibn Mas‘ud.”
(HR. Ahmad)

Ibnu Mas‘ud juga termasuk ahli fatwa yang paling diakui di masa Khulafā’ur Rāsyidīn. Ia berperan besar dalam menyebarkan ilmu di Kufah, Irak, dan menjadi guru para tabi‘in besar di sana.

Keutamaan Abdullah bin Mas‘ud

  1. Termasuk sahabat awal yang beriman dan istiqamah hingga wafat.

  2. Dekat dengan Rasulullah ﷺ, bahkan melayani beliau di rumah dan perjalanan.

  3. Ahli ilmu dan bacaan Al-Qur’an, menjadi rujukan umat setelah Nabi.

  4. Dikenal sangat tawadhu’ dan zuhud, tidak tertipu dunia meski berilmu tinggi.

Faedah dan Petunjuk dari Hadits

Dari hadits ini, terdapat banyak pelajaran penting bagi kita:

  1. Menjauhi hasad buruk, karena ia menimbulkan kehancuran jiwa dan amal.

  2. Menyalurkan rasa iri kepada hal yang baik, seperti berlomba dalam sedekah, ibadah, dan ilmu.

  3. Meneladani orang-orang yang memanfaatkan nikmat untuk kebaikan.

  4. Menghargai ilmu dan hikmah, karena keduanya adalah nikmat besar yang wajib diajarkan dan diamalkan.

  5. Menanamkan keikhlasan, sebab orang yang ikhlas tidak akan iri terhadap ketentuan Allah.

Penutup

Hasad adalah penyakit hati yang memadamkan cahaya iman, tetapi Rasulullah ﷺ mengajarkan agar rasa iri diarahkan kepada hal yang benar: berlomba dalam amal dan ilmu. Dengan demikian, hasad yang terpuji bukanlah ingin nikmat orang lain hilang, melainkan ingin mendapatkan kebaikan serupa tanpa mengurangi nikmat saudaranya.

Semoga kita mampu meneladani semangat Abdullah bin Mas‘ud dalam ilmu dan keikhlasan, serta menjaga hati dari racun hasad yang mematikan.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments