www.ibumengaji.com Dalam jejak kehidupan Rasulullah ﷺ, ada satu perjalanan spiritual yang tak hanya menjadi momen ibadah, tetapi juga pernyataan cinta terakhir kepada umatnya. Itulah Haji Wada’, satu-satunya haji yang beliau tunaikan, sekaligus menjadi haji perpisahan yang sarat makna. Di sana, di padang Arafah yang sunyi namun penuh gema doa, Rasulullah berdiri dan menyampaikan khutbah paling menggetarkan sepanjang sejarah umat manusia.
Satu Haji, Seribu Pesan
Haji Wada’ dilaksanakan oleh Rasulullah ﷺ pada tahun ke-10 Hijriyah, beberapa bulan sebelum beliau wafat. Sejak dari Madinah, Nabi membawa rombongan besar lebih dari 100.000 jamaah, bergerak menuju Makkah dengan semangat yang tak biasa. Di balik senyuman beliau saat menuntun manasik, tersimpan kesadaran bahwa ini adalah pertemuan terakhir dengan umat dalam suasana ibadah haji.
Inilah satu-satunya haji Rasulullah sepanjang hidup beliau. Meski beliau telah melaksanakan beberapa umrah, namun untuk haji, inilah pertama dan terakhir kalinya. Dalam sirah nabawiyah dan hadits-hadits yang shahih, tak ditemukan catatan beliau melakukan haji selain ini.
Khutbah yang Menggetarkan Zaman
Di puncak wukuf di Arafah, Rasulullah ﷺ berdiri dan menyampaikan khutbah yang kemudian dikenal sebagai Khutbah Wada’. Di hadapan ribuan sahabat yang menunduk khusyuk, beliau mengajarkan nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu:
“Wahai manusia, sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah suci, sebagaimana sucinya hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini…”
Beliau menyampaikan pesan kesetaraan manusia, menghapus sisa-sisa rasisme Arab jahiliyah. Menyerukan penghapusan riba, mengangkat derajat perempuan, dan menegaskan hak-hak asasi manusia sebelum istilah itu dikenal dunia modern. Beliau tak menyampaikan dalil panjang, tetapi menanamkan akhlak dalam kalimat-kalimat sederhana, lugas, namun menggetarkan jiwa.
Khutbah itu adalah rangkuman misi kenabian selama 23 tahun: membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Turunnya Ayat Kesempurnaan Agama
Dalam suasana wukuf itu pula, turunlah ayat yang menjadi penutup misi risalah Islam:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.”
(QS. Al-Ma’idah: 3)
Ayat ini membuat Umar bin Khattab RA menangis. Bukan karena kesempurnaan itu, tetapi karena ia menyadari: jika misi telah selesai, maka kepergian Nabi semakin dekat. Benar saja, hanya beberapa bulan kemudian, Rasulullah ﷺ wafat, meninggalkan umat yang telah dibimbing dengan kasih dan tangisan.
Makna yang Abadi
Haji Wada’ bukan sekadar ibadah. Ia adalah deklarasi nilai-nilai universal Islam kepada dunia. Dari padang Arafah, pesan-pesan itu melintasi gurun, melewati lautan, menembus zaman, dan hidup hingga hari ini:
-
Bahwa semua manusia setara, hanya takwa yang membedakan.
-
Bahwa nyawa dan harta harus dijaga dengan hormat dan adil.
-
Bahwa wanita adalah amanah, bukan beban.
-
Dan bahwa Islam adalah agama rahmat, bukan sekadar ritual.
Penutup: Perpisahan yang Membekas
Haji Wada’ adalah salam perpisahan dari Nabi tercinta kepada umatnya. Sebuah ibadah yang bukan hanya menandai penutup risalah, tetapi juga membuka jalan bagi umat untuk terus menjaga warisan beliau: Al-Qur’an dan sunnah. Di sana, Rasulullah tidak hanya meninggalkan jejak kaki di pasir Arafah, tapi juga meninggalkan jejak makna dalam hati jutaan umatnya hingga hari ini.
Semoga kita kelak diberi kesempatan untuk menunaikan haji, dan merasakan sejumput kerinduan yang sama seperti para sahabat saat mendengarkan khutbah itu — seolah Rasulullah ﷺ masih berdiri di tengah kita, mengingatkan dengan lembut:
“Sampaikanlah dariku, walau hanya satu ayat.”